bagian dapur rumah Ratna tampak tak memiliki atap |
MEMPAWAH
NEWS
– Program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang direalisasikan pemerintah tak
sepenuhnya mampu menjangkau masyarakat yang membutuhkan. Aparatur pemerintah
harus lebih teliti dalam menyaring dan
menseleksi data untuk memastikan program tersebut tepat sasaran.
Seperti halnya Ratna (53), warga Jalan
Nelayan RT 01/RW 01, Desa Sungai Burung, Kecamatan Segedong, Kabupaten Mempawah.
Perempuan yang berprofesi sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) ini sejak puluhan
tahun lalu menempat rumah tak layak huni.
Ratna yang bermukim bersama seorang anak
perempuannya menempati rumah dengan kondisi sangat memprihatinkan. Salah satu
ruangan yang rusak parah adalah bagian dapur yang tak memiliki atap. Sehingga,
jika turun hujan maka Ratna dan anaknya harus basah tersiram air hujan.
“Saya membangun rumah ini sejak anak masih
kecil, dan sekarang diperkirakan usianya sudah lebih 25 tahun. Kondisinya memang
sudah memprihatinakan dan tidak layak huni. Namun, saya akan tetap bertahan
walaupun seperti apapun kondisi rumah ini,” ucap Ratna ditemui tim
mempawahnews.com dikediamannya, Senin 19 Februari 2024.
Ratna menceritakan, sejak setahun lalu
dirinya menempati rumah itu bersama seorang anak perempuannya setelah suami
tercintanya meninggal dunia. Sebenarnya, Ratna memiliki satu lagi anak namun
telah bermukim ke Padang bersama keluarganya.
“Dirumah ini, saya tinggal bersama seorang anak.
Sedangkan suami sudah meninggal dunia sekitar setahun lalu. Anak yang pertama sudah
menikah dan hidup di Padang,” urainya.
Ratna menceritakan kondisi rumahnya sangat
memprihatinkan. Jika turun hujan, maka dirinya harus basah. Mengingat, bagian
dapur rumah tersebut sudah tak memiliki atap karena roboh.
“Kalau turun hujan, maka kami akan basah dan
kehujanan. Sebab, di dapur sudah tidak ada atapnya. Begitupun kalau angin
kencang, rumah ini terasa berguncang. Dan saya hanya bisa berdoa kepada Allah,
agar kami diselamatkan dari marabahaya,” lirihnya.
Tak hanya hujan dan angin kencang, sambung
Ratna, dirinya juga kerap kebanjiran. Jika terjadi banjir, maka seluruh bagian
rumah akan terendam dengan ketinggian air cukup tinggi hingga mengganggu
aktivitasnya.
“Kalau sudah banjir, maka kita tidak bisa
beraktivitas apapun mengingat seluruh bagian rumah terendam air. Kami hanya
bisa berdiam diri menunggu banjir surut barulah bisa beraktivitas,” timpalnya.
Disamping itu, rumah yang ditempat Ratna dan
anaknya juga tidak memiliki WC. Sehingga, Ratna dan anaknya harus menumpang ke
rumah tetangga untuk buang air kecil dan besar.
“Tidak ada WC, biasanya kami menumpang
kerumah tetangga,” imbuhnya.
Jauh dilubuk hatinya, Ratna sangat ingin
memiliki rumah yang lebih layak huni. Rumah yang nyaman dan aman untuk dirinya
beserta anaknya beristirahat dan bermukim. Namun, keterbatasan ekonomi membuat
Ratna harus mengurungkan niat memperbaiki rumahnya yang rusak parah itu.
“Saya hanya bekerja sebagai ART dengan gaji
sekitar Rp 400-Rp 600 ribu per bulan. Uang yang saya hasilnya hanya mampu
memenuhi kebutuhan hidup. Itupun harus pandai-pandai agar semua kebutuhan bisa
terpenuhi ditengah situasi barang-barang yang serba mahal,” ucapnya.
“Mudah-mudahan ada pihak-pihak yang bersedia
membantu kami untuk memperbaiki rumah ini supaya bisa lebih layak huni. Agar,
kami bisa beristirahat di rumah ini dengan nyaman dan aman,” harapnya
mengakhiri.
Program RTLH di Kabupaten Mempawah sudah
sejak lama bergulir. Hanya saja kuota program tersebut sangat terbatas. Ironinya,
data penerima bansos RTLH tersebut kerap tak tepat sasaran. Padahal, fakta
dilapangan masih banyak masyarakat yang lebih layak namun tak tersentuh program
tersebut.