Rumah Masyarakat Suku Bugis di Desa Sui Bakau Kecil masih terawat dan dilestarikan |
MEMPAWAH
NEWS-
Rumah khas masyarakat Suku Bugis yang terletak di RT 12/RW 04, Jalan Sepakat,
Kecamatan Mempawah Timur, Kabupaten Mempawah menarik perhatian. Menurut penghuninya,
rumah panggung dengan ornamen khas Suku Bugis itu berusia lebih dari 70 tahun.
Saat ini, rumah tersebut dirawat dan ditempati
oleh Effendi Ambo’ Itam beserta keluarganya yang merupakan generasi ketiga
keturunan keluarga H Abdul Fattah. Beliau adalah salah satu keturunan Suku
Bugis dari Sulawesi.
Saat dikunjungi
awak media, Effendi Ambo’ Itam menceritakan, rumah khas masyarakat Suku Bugis
itu peninggalan dari H Abdul Fattah yang pertama kali mendirikan rumah
masyarakat Suku Bugis di daerah Sungai Duri.
Setelah sekian lama bermukim dan tak dihuni, rumah
tersebut dibongkar dan dipindahkan ke daerah Senggiring, Kelurahan Pasir Wan
Salim, Kecamatan Mempawah Timur oleh H Daeng Subuh yang juga mertua dari Effendi.
Akan tetapi, tak berapa lama kemudian H Daeng
Subuh memutuskan untuk membongkar kembali rumahnya dan dipindahkan ke lokasi
sekarang di Jalan Sepakat, Desa Sungai Bakau Kecil.
“Rumah ini sudah berusia lebih dari 70 tahun
silam. Kalau saya dan keluarga mulai tinggal di rumah ini sejak tahun 1997
lalu,” ucap Effendi.
Effendi
mengatakan, sejak semula bangunan itu memang mempertahankan ciri khas rumah
Suku Bugis. Karena, para leluhurnya ingin mempertahankan dam melestarikan nilai-nilai
adat budaya masyarakat Suku Bugis yang dibawanya dari tanah Sulawesi.
“Kalau ada tokoh masyarakat Bugis yang datang
dari Sulawesi, biasanya akan bertamu ke rumah ini,” sebutnya.
Lebih
jauh, Effendi mengungkapkan, ciri khas bangunan rumah masyarakat Suku Bugis di
Desa Sungai Bakau Kecil itu terlihat dari bentuk bangunan dan ornamenya. Mulai
dari pondasi hingga bagian atap bangunan persis dengan rumah-rumah masyarakat
Suku Bugis di Sulawei.
“Bentuk
bangunan seperti rumah panggung. Bagian inti rumah terdiri dari sekat-sekat dan
pintu khas Suku Bugis. Begitu pun bagian atap yang memiliki filosofi masyarakat
Suku Bugis,” paparnya.
Effendi
menguraikan, bagian dalam rumah masyarakat Suku Bugis terdapat sekat dan dua
pintu yang digunakan untuk keluar masuk tamu laki-laki dan perempuan. Biasanya
ketika ada acara atau pesta, tamu laki-laki dan perempuan akan masuk secara
terpisahkan melalui dua pintu tersebut.
“Tujuannya untuk menjaga adab agar laki-laki
dan perempuan tidak saling bersatu,” pendapatnya.
Kemudian, sambung
dia, bagian loteng biasanya dipakai untuk tempat berkumpul anak-anak perempuan saat
menghadiri kegiatan atau acara tertentu. Biasanya juga digunakan untuk ruangan
menyiapkan makanan yang akan dihidangkan kepada tamu undangan.
“Nanti, makanan dan minuman dibawa dari
loteng menuju ke ruangan tengah rumah dan dihidangkan untuk tamu undangan,” ujarnya.
Selanjutnya,
imbuh dia, bagian pelataran rumah biasanya digunakan masyarakat Suku Bugis untuk
menjemur hasil pertanian seperti padi dan lainnya. Termasuk pula dipakai untuk
berkumpul para anggota keluarga.
“Ciri khas lainnya, rumah ini memiliki
pondasi cukup tinggi atau biasa disebut rumah panggung. Karena, pada zaman dulu
rumah panggung itu untuk berjaga-jaga dari banjir dan serangan binatang buas. Bisa
juga untuk tempat bermain anak-anak,” tutupnya.
Penulis
: Herry
Grafis
: Syahrie